SYARAT DAN ETIKA DALAM PUBLIKASI
ONLINE DAN ARTIKEL TENTANG PLAGIARISME
1.SYARAT DAN ETIKA DALAM PUBLIKASI ONLINE
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976), publikasi adalah penyiaran. Menurut Kamus Islilah Periklanan Indonesia, publikasi adalah setiap materi yang dicetak, diterhitkan, serta diedarkan untuk disampaikan pada khalayak umum dalam format apapun seperti majalah, surat kabar (Nuradi, 1 996:136). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa publikasi merupakan suatu kegiatan komunikasi berupa menyiarkan, menerbitkan mengedarkan dan menyampaikan suatu materi, seperti objek, ide, gagasan dan informasi yang disampaikan pada khalayak umum atau masyarakat dalam bentuk / media apapun. Suatu kegiatan publikasi bertujuan sebatas menginformasikan dan memberitahukan suatu materi pada khalayak umum. Kegiatan publikasi memerlukan media penyampaian dan penerima pesan. Sedangkan, pengertian online yaitu keadaan dimana komputer terhubung dengan internet baik melalui modem, wi fi atau lan dan baik sedang digunakan atau tidak oleh pengguna komputer tersebut. Jadi, pengertian publikasi online adalah suatu informasi atau pesan atau pengumuman dalam bentuk online yang diterbitkan dalam dunia internet melalui media elektronik.
Publikasi online sangat bermanfaat bagi setiap orang apalagi di jaman yang serba canggih seperti sekarang ini. Banyak hal diumumkan melalui internet seperti berjualan, memberi info produk baru atau produk bekas yang masih ingin dijual. Bagi perusahaan yang memasarkan barangnya melalui publikasi online, tentu sangat mengirit biaya. Perusahaan hanya perlu menyiapkan design semenarik mungkin agar banyak orang yang tertarik untuk mencari tau keunggulan atau kelemahan dari produk tersebut. Publikasi online ini sangat berguna untuk memberi informasi kepada masyakarat yang ingin membeli produk, bahkan bisa dipesan secara online.
Dalam dunia elektronik pun khususnya media internet kita memiliki hak dan tanggung jawab atas apa yang telah kita publikasikan. Semua diatur dalam Pasal ITE. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) no. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (Undang-undang ITE ) yang menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
2. PLAGIARISME
Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.[1] Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Pelanggaran hak cipta dalam berbahasa tulis dapat dibuktikan melalaui pengabaian atau penghilangan identitas sumber pesan dalam tulisan sehingga tulisan tersebut seolah-olah menjadi milik penulis padahal bukan. Karena pesan tersebut milik sumber atau orang lain (kutipan). Pengabaian atau penghilangan sumber kutipan tersebut diakibatka oleh kekhilafan (kelalaian) dan kesengajaan. Kekhilafan adalah pelanggaran hak cipta (kutipan) diakibatkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau kecerobohan penulis dalam tata cara (teknik) pengutipan sumber sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Sedangkan kesengajaan diakibatkan bukan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau tata cara penulis dalam tata cara pengutipan sumber melainkan penulis sengaja menghilangkan atau mengabaikan sumber secara sadar sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Pelanggaran tersebut dapat diidentifikasi melalaui hasil tulisan yang sudah di publikasikan.
Pembaca memiliki hak untuk membuat justifikasi terhadap pesan (isi) dalam sebuah tulisan. Setelah sebuah tulisan dibaca, pembaca memiliki hak untuk membuat keputusan perihal ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penulis. Melalui tata cara penulisan, pembaca dapat menentukan bukti pelanggaran hak cipta tersebut. Oleh karena itu, pembaca dapat dipandang sebagai penyebab ada atau tidak ada plagiarisme. Selama pembaca tidak membuat justifikasi terhadap pesan (isi) tulisan maka pelanggaran hak ciptapun tidak akan ada, sehingga plagiarisme tidak akan terjadi.
Plagiarisme dapat dihindari melalui pendidikan. Ingat bahwa pendidikan memiliki fungsi utama sebagai konservasi budaya dan kreasi budaya. Melalui pendidikan, cipta, karsa dan karya manusia dapat dikendalikan. Dengan konservasi pendidikan harus mampu “ngamumule” (melestarikan) cipta, karsa dan karya manusia (budaya) yang dianggap baik. Dengan kreasi, pendidikan harus mampu “nyiptakeun” (mengembangkan) cipta, karsa dan karya manusia (budaya) yang dianggap tidak baik. Guru adalah pelaksana pendidikan. melalui pembelajaran guru dapat mengimplementasikan kedua fungsi pendidikan tersebut, sehingga peserta didik yang dihasilkan dapat memenuhi tuntutan kehidupan saat ini. Oleh karena itu, guru dapat menghindari plagiarisme melalui proses pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan sebuah model pengujian plagiarisme. Guru maupun siswa yang ada dalam proses pembelajaran dapat memerankan tokoh pembaca dan penulis. Dengan peran tokoh tersebut, guru maupun siswa dapat melakukan justifikasi terhadap pelanggaran hak cipta melalui hasil tulisan atau sumber bacaan. Setiap pesan yang terdapat dalam tulisan atau sumber tersebut dapat diverifikasi ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Guru memiliki peran utama untuk memerankan tokoh tersebut sehingga tulisan atau bacaan yang digunakan oleh guru harus sudah tidak memiliki indikasi pelanggaran hak cipta. Demikian juga guru dapat bertindak tutur dalam pembelajaran harus membebaskan dari hak cipta. Guru selalu menyebutkan sumber kutipan dalam bertindak, tutur maupun dalam tulisan. Sehingga pelanggaran hak cipta dapat dihindari.
Selain itu guru dapat membiasakan siswa bebas dari plagiarisme. Ketika siswa belajar membaca maupun menulis, siswa dibiasakan untuk menolak pelanggaran hak cipta. Ketika siswa belajar membaca, siswa dibiasakan untuk menjustifikasi setiap sumber bacaan ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Demikian juga pada saat siswa belajar menulis, siswa tidak melakukan pelanggaran hak cipta tersebut. Siswa juga dibiasakan pada saat bertindak tutur untuk tidak melakukan pelanggaran hak cipta. Siswa dibiasakan untuk menyebutkan atau menuliskan sumber kutipan.
Plagiarisme masih bisa dilawan melalui pendidikan. guru maupun siswa merupakan kunci penentu pendidikan dalam mewujudkan tujuan. Apabila pendidikan ditujukan untuk menghapus plagiarisme, maka guru maupun sisiwa menjadi penentunya.
Penulis meyakini guru maupun siswa memiliki potensi besar untuk melawan plagiarisme. Guru lebih berpeluang untuk melakukan perlawanan terhadap plagiarisme melalui pembelajaran.
Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.[1] Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Pelanggaran hak cipta dalam berbahasa tulis dapat dibuktikan melalaui pengabaian atau penghilangan identitas sumber pesan dalam tulisan sehingga tulisan tersebut seolah-olah menjadi milik penulis padahal bukan. Karena pesan tersebut milik sumber atau orang lain (kutipan). Pengabaian atau penghilangan sumber kutipan tersebut diakibatka oleh kekhilafan (kelalaian) dan kesengajaan. Kekhilafan adalah pelanggaran hak cipta (kutipan) diakibatkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau kecerobohan penulis dalam tata cara (teknik) pengutipan sumber sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Sedangkan kesengajaan diakibatkan bukan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau tata cara penulis dalam tata cara pengutipan sumber melainkan penulis sengaja menghilangkan atau mengabaikan sumber secara sadar sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Pelanggaran tersebut dapat diidentifikasi melalaui hasil tulisan yang sudah di publikasikan.
Pembaca memiliki hak untuk membuat justifikasi terhadap pesan (isi) dalam sebuah tulisan. Setelah sebuah tulisan dibaca, pembaca memiliki hak untuk membuat keputusan perihal ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penulis. Melalui tata cara penulisan, pembaca dapat menentukan bukti pelanggaran hak cipta tersebut. Oleh karena itu, pembaca dapat dipandang sebagai penyebab ada atau tidak ada plagiarisme. Selama pembaca tidak membuat justifikasi terhadap pesan (isi) tulisan maka pelanggaran hak ciptapun tidak akan ada, sehingga plagiarisme tidak akan terjadi.
Plagiarisme dapat dihindari melalui pendidikan. Ingat bahwa pendidikan memiliki fungsi utama sebagai konservasi budaya dan kreasi budaya. Melalui pendidikan, cipta, karsa dan karya manusia dapat dikendalikan. Dengan konservasi pendidikan harus mampu “ngamumule” (melestarikan) cipta, karsa dan karya manusia (budaya) yang dianggap baik. Dengan kreasi, pendidikan harus mampu “nyiptakeun” (mengembangkan) cipta, karsa dan karya manusia (budaya) yang dianggap tidak baik. Guru adalah pelaksana pendidikan. melalui pembelajaran guru dapat mengimplementasikan kedua fungsi pendidikan tersebut, sehingga peserta didik yang dihasilkan dapat memenuhi tuntutan kehidupan saat ini. Oleh karena itu, guru dapat menghindari plagiarisme melalui proses pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan sebuah model pengujian plagiarisme. Guru maupun siswa yang ada dalam proses pembelajaran dapat memerankan tokoh pembaca dan penulis. Dengan peran tokoh tersebut, guru maupun siswa dapat melakukan justifikasi terhadap pelanggaran hak cipta melalui hasil tulisan atau sumber bacaan. Setiap pesan yang terdapat dalam tulisan atau sumber tersebut dapat diverifikasi ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Guru memiliki peran utama untuk memerankan tokoh tersebut sehingga tulisan atau bacaan yang digunakan oleh guru harus sudah tidak memiliki indikasi pelanggaran hak cipta. Demikian juga guru dapat bertindak tutur dalam pembelajaran harus membebaskan dari hak cipta. Guru selalu menyebutkan sumber kutipan dalam bertindak, tutur maupun dalam tulisan. Sehingga pelanggaran hak cipta dapat dihindari.
Selain itu guru dapat membiasakan siswa bebas dari plagiarisme. Ketika siswa belajar membaca maupun menulis, siswa dibiasakan untuk menolak pelanggaran hak cipta. Ketika siswa belajar membaca, siswa dibiasakan untuk menjustifikasi setiap sumber bacaan ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Demikian juga pada saat siswa belajar menulis, siswa tidak melakukan pelanggaran hak cipta tersebut. Siswa juga dibiasakan pada saat bertindak tutur untuk tidak melakukan pelanggaran hak cipta. Siswa dibiasakan untuk menyebutkan atau menuliskan sumber kutipan.
Plagiarisme masih bisa dilawan melalui pendidikan. guru maupun siswa merupakan kunci penentu pendidikan dalam mewujudkan tujuan. Apabila pendidikan ditujukan untuk menghapus plagiarisme, maka guru maupun sisiwa menjadi penentunya.
Penulis meyakini guru maupun siswa memiliki potensi besar untuk melawan plagiarisme. Guru lebih berpeluang untuk melakukan perlawanan terhadap plagiarisme melalui pembelajaran.
Referensi :
http://cahyaintanp.wordpress.com/2013/09/25/pti-syarat-etika-dalam-publikasi-online/
http://iqbalaul.wordpress.com/2013/09/27/pti-syarat-dan-etika-dalam-publikasi-online/
http://www.scribd.com/doc/46065523/Makalah-plagiarisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Plagiarisme
http://dianindihadi.blogspot.com/2012/03/plagiarisme.html
http://iqbalaul.wordpress.com/2013/09/27/pti-syarat-dan-etika-dalam-publikasi-online/
http://www.scribd.com/doc/46065523/Makalah-plagiarisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Plagiarisme
http://dianindihadi.blogspot.com/2012/03/plagiarisme.html
#PTI Netiquette
Netiquette singkatan dari network etiquette atau
Internet etiquette merupakan ketentuan atau tata cara tertulis dalam sistem
jaringan yang dipakai untuk melakukan komunikasi, biasanya di dalam news group
,USENET, juga dalam e-mail. Sebenarnya Netiquette merupakan hal penting untuk
diketahui oleh kita semua karena saat kita berinteraksi di internet dengan
banyak orang bisa jadi apa yang kita utarakan (ketik/tulis) tidak sama dengan
prasangka pembacanya. Dalam artian hal ini untuk menjaga keharmonisan para
penghuni dunia maya.
Beberapa aturan yang ada pada Nettiquete ini adalah:
1. Amankan dulu diri anda, maksudnya adalah amankan semua
properti anda, dapat dimulai dari mengamankan komputer anda, dengan memasang
anti virus atau personal firewall
2. Jangan terlalu mudah percaya dengan Internet, sehingga
anda dengan mudah mengunggah data pribadi anda. dan anda harus betul-betul
yakin bahwa alamat URL yang anda tuju telah dijamin keamanannya.
3. Hargai pengguna lain di internet dengan cara sederhana
yaitu seperti :
a. jangan biasakan menggunakan informasi secara sembarangan,
misalnya plagiat.
b. jangan berusaha untuk mengambil keuntungan secara ilegal
dari Internet, misalkan melakukan kejahatan pencurian no kartu kredit.
c. jangan berusaha mengganggu privasi orang lain, dengan
mencoba mencuri informasi yang sebenarnya terbatas.
d. jangan menggunakan huruf kapital terlalu banyak, karena
menyerupai kegiatan teriak-teriak pada komunitas sesungguhnya.
e. jangan flamming (memanas-manasi), trolling (keluar dari
topik pembicaraan) ataupun junking (memasang post yang tidak berguna) saat
berforum.
Berikut adalah penjelasan mengenai flaming, trolling, dan
junking.
1. Flaming
Flaming adalah tindakan posting atau mengirim pesan
yang tidak sopan melalui Internet. Pesan-pesan, yang disebut “flaming,” dapat diposting
dalam forum diskusi online atau newsgroup, atau dikirim via e-mail atau instant
messaging program. Daerah yang paling umum di mana flaming terjadi adalah forum
diskusi online, yang juga disebut buletin board.
Flaming sering mengarah pada perdagangan penghinaan antara
anggota dalam forum tertentu. Ini adalah hasil disayangkan, seperti yang sering
melempar diskusi tentang topik yang sah baik keluar jalur. Misalnya, topik
forum diskusi dapat “Memilih Mac atau PC.” Beberapa pengguna Mac dapat memposting
pesan sombong tentang manfaat dari Mac, yang pada gilirannya mendorong respon
dari pengguna PC menjelaskan mengapa Mac menghisap dan mengapa Windows adalah
jelas platform yang lebih baik. Pengguna Mac kemudian dapat mengirim balasan
mengatakan bahwa pengguna Mac, pada kenyataannya, suatu spesies yang lebih
cerdas yang tidak naif sebagai pengguna PC. Ini mengobarkan serangan lebih
pribadi dari pengguna PC, yang menghasut perang. Flaming bisa dilakukan secara
sengaja namun beberapa tidak. Hal ini karena pengguna mungkin salah paham
maksud dari pesan pengguna lain atau posting forum. Sebagai contoh, seseorang
mungkin membuat komentar sinis yang tidak dipahami sebagai sarkastis oleh
pengguna lain, yang mungkin tersinggung dengan pesan.
2. Trolling
Internet troll mengacu pada orang yang mengirim pesan
(atau juga pesan itu sendiri) di Internet dengan tujuan untuk membangkitkan
tanggapan emosional atau kemarahan dari pengguna lainnya. Istilah ini
diturunkan dari frasa “trolling for newbies” dan trollin g for fish, yang pertama kali
muncul di Usenet. Istilah ini juga sering disalahgunakan untuk memojokkan
lawan diskusi dalam debat-debat panas dan sering juga disalahterapkan untuk
mereka yang tidak peduli terhadap etika. Trolling sering
dideskripsikan sebagai versi online dari eksperimen pelanggaran, dimana batas-batas
sosial dan aturan etiket diabaikan. Mereka yang mengaku sebagai troll sering
memposisikan diri sebagai Devil’s Advocate, gadflies atau culture jammers, untuk menantang pendapat umum atau
asumsi umum dari forum yang mereka ikuti, dengan tujuan untuk mengalihkan atau
mengenalkan cara berpikir yang baru.
3. Junking
Junk adalah kata kata yang tidak berguna untuk di post
seperti comment comment yang tidak penting. Junking ini juga biasanya terjadi
pada email yang sering disebut junk mail. Kita mendapat email yang tidak
penting seperti iklan iklan atau produk apapun yang sebenarnya belum kita
ikuti.
Referensi :
https://www.facebook.com/notes/harien-tuyang/title-arti-dari-junk-oot-sara-rasisme-flaming-trolling-dan-hoax/10150596953856236http://dokterbagus.com/2008/08/02/netiquette/